MATERI II ASPEK EKOLOGI PRAKTIK PERTANIAN BERKELANJUTAN

A.    Teori
Pertanian organik sebenarnya bukan hal yang baru, termasuk budidaya tanaman padi. Sudah sejak dahulu nenek moyang kita membudidayakan padi tanpa bahan kimia yang saat ini di istilahkan dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi holistic yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan masukan setempat dengan kesadaran bahwa keadaan regional setempat memang memerlukan sistem adaptasi lokal. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan cara-cara kultural, biologis, dan mekanis yang merupakan kebalikan dari penggunaan bahan-bahan sintetik untuk memenuhi fungsi spesifik dalam sistem (Saragih, 2008)
Di Indonesia produk pertanian organik ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional melalui BSN SNI 01-6729-2002. Standar ini bersumber pada kesepakatan antar negara yang tertuang dalam Codex Alemantarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling, and Marketing of Organically Produced Foods.
Namun, kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non-organik. Pengaplikasian pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan pada pembudidayaan padi non-organik, maka berasnya pun mengandung residu pestisida. Padahal residu ini sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bahkan pembudidayaan non-organik itupun mengancam kelestarian lingkungan.
Ditinjau dari perhitungan ekonomis, pertanian non-organik makin tidak dapat di pertanggungjawabkan  karena harga sarana produksi pertanian sudah makin mahal. Akibatnya hasil akhir berupa keuntungan petani pun semakin kecil atau bahkan merugi.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan sudah mendorong masyarakat pertanian untuk kembali ke sistem pertanian organik, karena produk yang diharapkan bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan, biaya untuk pertanian organik pun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam sekitar petani. Penanaman padi secara organik belum banyak dilakukan oleh petani di Indonesia.
Semakin banyak orang Indonesia saat ini yang mengerti tentang pertanian organik. Pertanian organik sudah menjadi gaya hidup dari sebagian masyarakat terutama di kota-kota besar. Kebanyakan orang memahami pertanian organik sebagai cara bertani yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik seperti pupuk kimia, pestisida kimia, dan zat pengatur tumbuh. Dalam beberapa diskusi pertanian organik disamakan dengan pertanian tradisional, pertanian berkelanjutan, pertanian selaras dan pertanian alami (Saragih, 2008).
Sistem pertanian organik di desain untuk tujuan :
a.       Menguatkan keanekaragaman biologi di dalam seluruh sistem
b.      Meningkatkan kegiatan biologi tanah
c.       Mengelola kesuburan jangka panjang tanah
d.      Mendaur ulang sisa tanaman dan hewan dalam rnagka mengembalikan kembali hara ke tanah sehingga meminimalkan penggunaan sumberdaya yang tidak bisa diperbaharui
e.       Mengacu pada sumberdaya yang bisa diperbaharui dalam sistem pertanian yang terorganisir secara lokal
f.       Mempromosikan penggunaan yang sehat dari tanah, air dan udara, sekaligus meminimalkan semua bentuk polusi yang mungkin hadir dalam praktek-praktek pertanian
g.      Menangani produk-produk pertanian dengan penekanan kepada metode prosesing yang hati-hati dalam upaya mengelola integritas organik dan kualitas penting dari produk di setiap tahapan.
h.      Menjadi mapan di lahan melalui konservasi yang waktunya disesuaikan dengan kondisi spesifik lapangan, seperti sejarah lahan, tipe tanaman, dan ternak yang dihasilkan.
4 jenis label yang menggambarkan tingkat keorganikan dari sistem produksi yang dilakukan yaitu :
a.       Label biru, mengindikasikan bahwa proses produksi yang dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik
b.      Label kuning, mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami transisi dari cara bertani yanh selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik
c.       Label hijau organik, mengindikasikan bahwa proses produksi yang sudah dengan standar SNI
d.      Label hijau Organically Grown, mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya

B.     Hasil
Tabel 2.1 Aspek Ekologi Budidaya Padi Organik (Bapak Mitro Rejo)
No
Indikator
Skor
Mitro Rejo
A
Tanah dan Air
1.
Jenis Penguasaan Lahan
2
2.
Ketinggian Tempat
5
3.
Kemiringan Lahan
5
4.
Kedalaman Solum
5
5.
Tekstur Bahan Mineral
5
6.
Drainase
4
7.
pH Tanah
5
8.
pH Air
5
9.
Bahan Organik
4
10.
Bau Air Irigasi
5
11.
Kekeruhan Air Irigasi
2
12.
Pengelolaan Tanah
5
B
Tanaman
1.
Jenis Tanaman
1
2.
Benih Lahan Sawah
3
3.
Pupuk yang Digunakan
5
4.
Pestisida OPT
5
5.
Pengelolaan Limbah
5
C
Iklim
1.
Curah Hujan
5
2.
Suhu Udara
5
3.
Jumlah Bulan Basah
4
4.
Jumlah Bulan Kering
4
5.
Jumlah Bulan Lembab
5
JUMLAH
94
                                                                                                  

Tabel 2.2 Kriteria sistem budidaya :
No
Total skor
Kriteria
1.
>70
Organik
2.
35-70
Semi organik
3.
<35
Konvensional

C.    Pembahasan
Berdasarkan praktikum budidaya padi organik aspek ekologi praktik pertanian berkelanjutan diperoleh hasil sebagai berikut :
Total akumulasi skor 94 yang menunjukkan kriteria organik. Ini menunjukkan bahwa pada dusun Jayan sebagian besar penduduknya telah menerapkan sistem budidaya pertanian organik.
Gambar 2.1 Penentuan Aspek Ekologi

Pada lahan sawah yang diamati, jenis penguasaan lahannya adalah sistem bagi hasil dengan kepala desa yang mempunyai lahan untuk digarap oleh Bapak Mitro, sawah yang digarap Bapak Mitro ini dengan ketinggian tempat yaitu 90 meter di atas permukaan laut yang berarti <500 m dari permukaan laut dengan kemiringan lahan 2,2 % , kedalaman  tanah >50 cm dan saat pengukuran di lapangan menunjukkan 90 cm.



Gambar 2.2  Penentuan Tekstur Tanah

Dalam penentuan tekstur tanah dengan cara melumatkan tanah diujung jari jempol dan jari telunjuk dengan merasakan tekstur tanah tersebut sehingga dapat dirasakan dan dapat dilihat bahwa hasil tanah di sawah tersebut bertekstur lempung, lempung debuan, geluh lempung debuan, dan geluh  lempung. Dengan keadaan tanah yang memiliki fraksi lempungan tersebut  akan sulit untuk meloloskan air. Untuk sistem drainase tersebut masih agak buruk dikarenakan airnya agak lama meresap ke dalam tanah, 


Gambar 2.3 Pengukuran pH tanah dan air

Untuk pH tanah diukur dengan cara mengambil sampel tanah dan dimasukkan ke dalam wadah kecil seperti pada gambar 2.2 dan diberi air hingga tanah mengendap, setelah itu masukkan pH stick dan hasil dapat diukur dengan mencocokkan pH stick pada indikator pH dan hasilnya didapatkan sebesar 5,5 hal ini juga sama dengan dengan pH air yang keduanya menunjukkan bahwa di daerah ini cocok untuk banyak jenis tanaman.


Gambar 2.4 Penentuan Kadar Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah diketahui dengan banyaknya buih pada sampel tanah yang diamati dengan meneteskan larutan H2O2 10% pada bongkahan tanah sebanyak 3 tetes, dan hasilnya terdapat banyak bahan organik untuk tanah tersebut.
Untuk irigasinya Bapak Mitro mendapat pengairan dari Dadapan yang bernama sungai Opak (Kali Opak) air tersebut mengalir sejauh 5 km dari sungai Dadapan dan sungai tersebut jalur pengairannya melikuk-likuk selama 5 km akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi bau dari air itu sendiri karena air irigasi tersebut tidak berbau akan tetapi airnya keruh dikarenakan air yang mengairi sawah tersebut berdekatan dengan lahan sawah dan memungkinkan tanah terbawa arus oleh air. Dalam pengelolaan tanah Bapak Mitro menggunakan Olah Tanah Sempurna (OTS), jenis tanaman yang ditanam hanya satu jenis yaitu padi varietas menthik wangi, benih tersebut sebagian membuat sendiri atau diberi dari mbah Blondo  salah satu dari kelompok tani yang membuat benih sendiri, dan untuk pupuk dan pestisida yang digunakan semuanya 100% organik. Pupuk organik tersebut dibuat sendiri yaitu dengan menggunakan berbagai macam daun dan kotoran sapi kemudian dikomposkan,


Gambar 2.5 Tanaman Refugia

Manfaat tanaman refugia adalah sebagai pestisida, yaitu dengan  menggunakan tanaman ini ataupun tanaman bunga matahari dapat mencegah atau  menghalang hama wereng yang nantinya dapat merusak tanaman pokok.
Dalam mengelola limbah tanaman dan ternak semuanya 100% juga dikelola sendiri biasanya oleh Bapak Mitro juga dimanfaatkan untuk pupuk ataupun pestisida. Untuk sisa tanaman padi atau jerami yang telah dipanen dikembalikan ke lahan dan dibiarkan membusuk sehingga mampu menambah unsur hara untuk lahan tersebut.

Rata-rata curah hujan di dusun Jayan, Kebonagung menurut data BPP Imogiri tahun 2017 yaitu dengan jumlah 2625 mm per tahun dengan temperature 240 C, rata-rata jumlah bulan basah 6 per tahun dan jumlah bulan kering 4 per tahun dan untuk bulan  lembabnya berjumlah  2 per tahun.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATERI I IDENTIFIKASI PRAKTIK PERTANIAN BERKELANJUTAN DI TINGKAT PETANI